YANG MELATAR BELAKANG TANGGAL
20 MEI 1998 (Reformasi pemuda & Mahasiswa)
Peristiwa lengsernya presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, dan
dimulainya pemerintahan era reformasi. Dampak dari peristiwa ini masih
berlangsung, sehingga perlu diadakan evaluasi secara cermat, dapatkah peristiwa
lengsernya presiden Soeharto dikategorikan sebagai tonggak sejarah bangsa
Indonesia. Di depan telah kita kemukakan bahwa tonggak sejarah adalah peristiwa
penting yang memberikan dampak kemajuan bagi ummat manusia atau bangsa,
sehingga masih perlu dievaluasi apakah peristiwa tersebut berdampak kemajuan
atau kemerosotan.
Mei 1998, penuh dengan kejadian -
kejadian yang dapat dikatakan menjadi tonggak reformasi Indonesia, penuh dengan
kerusuhan - kerusuhan yang sebenarnya merupakan ungkapan kekecewaan masyarakat
terhadap pemerintahan Orba saat itu. Mei 1998 akan selamanya dikenang oleh
Bangsa ini sebagai bulan dimana seluruh masyarakat Indonesia bersatu untuk
meruntuhkan Rezim Orba yang sudah terlalu lama berkuasa. Mei 1998 akan terus
dikenang oleh beberapa orang sebagai bulan dimana orang - orang yang mereka
cintai satu persatu hilang ditelan bumi.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan
sejak Tahun 1997 membuat perekonomian menjadi kacau. Naiknya harga sembako,
banyaknya PHK dan tingginya angka pengangguran dan beberapa perusahaan swasta yang mengalami kerugian
memancing mahasiswa untuk mengadakan aksi keprihatinan. Bersamaan dengan
maraknya aksi-aksi mahasiswa, terjadi serangkaian aksi penculikan (penangkapan)
terhadap beberapa aktivis dan mahasiswa. Aksi mahasiswa di kota-kota besar pun
kian marak sejak Februari 1998. Melihat maraknya aksi mahasiswa yang cenderung
“mengganggu stabilitas politik dan keamanan nasional,” serta berlanjut manjadi
bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan. Aksi mahasiswa yang terjadi
sepanjang Mei 1998 menemukan momentum pada tanggal 12 Mei 1998 di Kampus
Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat. Kerusuhan massal yang dimulai di
Jakarta 13 Mei 1998 merambat hingga ke Solo, Jawa Tengah, praktis merepotkan
aparat keamanan dalam mengendalikan situasi.
Di sisi lain, masyarakat menganggap
ABRI telah gagal mengamankan ibu kota dari tindak kerusuhan dan penjarahan yang
berlangsung hingga tanggal 15 Mei 1998. Peristiwa kerusuhan Mei 1998 adalah
salah satu bukti bahwa praktik kekerasan oleh negara dengan dalih menjaga
stabilitas politik dan keamanan menjadi bagian sejarah kelam bagi tegaknya HAM
di Indonesia.
Kerusuhan Mei 1998 merupakan suatu
peristiwa yang benar-benar terjadi saat itu. Kasus yang terjadi dengan sengaja
untuk menciptakan suatu keadaan yang tidak terkendali dengan tujuan untuk
menginginkan perubahan.
Latar Belakang Peristiwa Mei 1998
Peristiwa Mei 1998 yang merupakan
suatu gerakan reformasi di Indonesia ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor,
baik politik, sosial, dan ekonomi. Dari faktor politik, dipicu oleh
pengangkatan kembali Soeharto menjadi Presiden RI setelah hasil pemilu 1997
menunjukkan bahwa Golkar sebagai pemenang mutlak. Hal ini berarti dukungan
mutlak kepada Soeharto makin besar untuk menjadi presiden lagi di Indonesia
dalam sidang MPR 1998. Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI
kemudian Ia membentuk Kabinet Pembangunan VII yang penuh dengan ciri nepotisme
dan kolusi.
Dari faktor ekonomi, Indonesia
merupakan salah satu Negara yang terkena dampak dari krisis moneter dunia yang
berakibat pada merosotnya nilai rupiah secara drastis. Hal ini diperparah
dengan utang luar negeri Indonesia yang semakin memburuk. Keadaan semakin kacau
karena terjadinya ketidakstabilan harga harga bahan pokok, termasuk minyak.
Kenaikan harga minyak sendiri kemudian berpengaruh pada kenaikan tarif angkutan
umum.
Dari faktor sosial, banyak terjadinya
konflik-konflik sosial diberbagai daerah di Indonesia. Selain itu, krisis
ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada rakyat yang banyak mengalami
kelaparan. Hal ini berakibat pada hilangnya kepercayaan rakyat kepada
pemerintah. Ini berarti bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia mendorong
hancurnya kredibilitas pemerintah Orde Baru dimata rakyat.
Secara garis besar, kronologi gerakan
reformasi ini diawali dengan adanya sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih
Suharto dan B.J. Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa
jabatan 1998-2003. Presiden Suharto kemudian membentuk dan melantik Kabinet
Pembangunan VII. Kabinet yang sarat akan kolusi dan nepotisme ini kemudian
membuat mahasiswa bergerak. Ditambah dengan terjadinya krisis moneter, maka
pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak
menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga
barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari
kursi kepresidenan.
Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi
unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan
dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia
Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga
tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat
mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus
untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran.
Hal ini berlanjut pada tanggal 13-14
Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan
sehingga kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan
toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar. Pada
tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta
dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR.
Melihat aksi-aksi tersebut,
akhirnya pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR
mengeluarkan pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto mengundurkan
diri’. Pada tanggal 20 Mei 1998,
Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk
dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai
oleh Presiden Suharto.
Dan puncaknya, pada tanggal 21 Mei 1998,
pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden Suharto meletakkan jabatannya sebagai
Presiden RI di hadapan Ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan
pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden
B.J. Habibie sebagai Presiden RI. Pada waktu itu juga B.J. Habibie dilantik
menjadi Presiden RI oleh Ketua MA.
Dampak yang ditimbulkan dari
peristiwa ini tentu saja adalah turunnya Soeharto dari kursi Presiden. Selain
berdampak pada turunnya Soeharto dari kursi Kepresidenan, peristiwa Mei 1998
ini juga berdampak pada:
a. Banyak yang hilang pekerjaan akibat
tempat-tepat bekerja dirusak ataupun di
bakar.
b.
Kerugian materil yang tidak dapat dihitung lagi.
c. Banyak korban yang menderita
fisik dan psikis, apalagi korban dari tindak kekerasan seksual.
Permasalahan ekonomi yang berkepanjangan sejak
Tahun 1997, membuat Indonesia mengalami krisis. Terjadi PHK di mana-mana,
banyaknya pengangguran dan harga BBM dinaikkan membuat keadaan semakin
memburuk. Aksi-aksi mahasiswa yang telah bergulir sejak awal 1998 semakin marak
dan menular ke banyak kampus di seluruh Indonesia. Aksi mahasiswa yang terjadi
sepanjang Mei 1998 menemukan momentumnya pada tanggal 12 Mei 1998 di kampus
Universitas Trisakti di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta. Peristiwa ini telah
merenggut nyawa empat orang mahasiswa Trisakti akibat tembakan peluru tajam
oleh aparat kepolisian.
Kerusuhan Mei 1998 terjadi pada
tanggal13-15. Ketiadaannya aparat membuat kerusuhan Mei 1998 ini mencapai klimaksnya pada 14 Mei 1998.
Perspektif Politik terjadinya Kerusuhan Mei 1998 tidak lepas dari aspek politik
yang terjadi saat itu. Isu rivalitas antara Wiranto dan Prabowo menjadi
pembicaraan kalangan elite khususnya elite tentara sejak awal 1998. Sebagian
pegamat menganalisa bahwa “konflik” yang terjadi antara Wiranto dan Prabowo
sengaja diciptakan Soeharto agar terjadi keseimbangan sehingga tidak ada yang
terlalu dominan.
Kasus yang memukul Prabowo
menjelang Mei 1998 adalah penculikan aktivis mahasiswa. Kasus penculikan tidak
dapat dipisahkan dari situasi keamanan, khususnya di ibukota, pada akhir 1997
dan Januari 1998. Dengan munculnya kasus penculikan, posisi Wiranto menjadi di
atas angin. Ia berhasil menampilkan diri sebagai figure demokrat dan
seolah-olah berpegang pada hukum. Prabowo mengakui adanya sembilan orang yang
ditangkap anggota Tim Mawar. Semuanya telah dilepaskan dengan selamat dan
mereka yang masih hilang bukanlah tanggung jawabnya. Artinya, memang ada
pihak-pihak lain di luar Prabowo yang ikut menangkap para aktivis. Rivalitas
antara Prabowo dan Wiranto jelas mewarnai politik internal di ABRI menjelang
Insiden Trisakti dan huru-hara Mei 1998.
Kepentingan-kepentingan golongan saat
kerusuhan Mei 1998 dapat kita lihat dari beberapa petinggi negara yang
melakukan suatu tindakan yang menurutnya itu merupakan suatu pengamanan.
Penculikan ini merupakan kerja politik yang kuat untuk mempertahankan kekuasaan
melalui keunggulan monopoli alat-alat kekerasan, dengan kata lain kasus
penculikan merupakan operasi intelejen dari sebuah desain politik untuk
mengamankan kepentingan status quo kekuasaan.
Saat terjadinya kerusuhan pun Pangab
Wiranto pergi ke Malang pada 14 Mei 1998 dengan membawa banyak jenderal
sedangkan saat itu situasi di Jakarta sedang darurat dan tidak ada pengamanan
satupun dari Brimob, pasukan Brimob ditarik dan Kostrad yang diturunkan ke
lapangan untuk pengamanan. Karena saat itu komando masalah keamanan adalah
Mabes ABRI yang membawahi POLRI dan TNI.
Disengaja atau tidak tetapi itu yang
terjadi pada saat huru-hara berlangsung. Hubungan Militer dan Sipil saat itu
berlangsung baik. Tetapi pada saat itu sipil yang dianggap pro demokrasi dan
menginginkan perubahan membuat para petinggi menganggap orang sipil menentang
penguas rezim ORBA. Masa pemerintahan ORBA juga dikenal sebagai pemerintahan yang
militeristik. Dimana dalam setiap mengatasi masalah yang terjadi di masyarakat,
pemerintahan selalu menggunakan militer untuk mengatasi masalah yang sering
kali menggunakan cara yang bersifat represif. Pelanggaran HAM dapat dilakukan
terang-terangan dimanapun oleh alat negara tanpa adanya proses hukum.
Awal 1998 saat pemerintahan Orba
berlangsung terjadi krisis. Krisis yang tidak mampu diatasi oleh pemerintah
saat itu membuat rakyat melakukan tindakan kejahatan di mana-mana. Aksi
masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa mulai terjadi dimana-mana. Aksi
dilakukan untuk menuntut mundur Soeharto karena dinilai telah gagal dalam
mengatasi masalah krisis Indonesia. Soeharto memerintahkan militer untuk
menghalang aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat. Bahkan militer
tidak segan-segan melakukan tindakan represif yang berujung pada kematian di
kalangan demonstran. Situasi ini membuat Soeharto mengundurkan diri sebagai
Presiden saat itu.