Rabu, 26 April 2017

DAMPAK BURUK PENAMBANGAN MINYAK DAN GAS (MIGAS) YANG TIDAK TERKENDALI TERHADAP LINGKUNGAN dan PENDUDUK DI RIAU, DUMAI

DAMPAK BURUK PENAMBANGAN MINYAK DAN GAS (MIGAS) YANG TIDAK TERKENDALI TERHADAP LINGKUNGAN dan PENDUDUK DI RIAU, DUMAI
PENDAHULUAN

Sumber daya minyak (Crude Oil) terbanyak di Indonesia berada di Propinsi Riau tepatnya di daerah Dumai. Cadangan minyak bumi (proven dan potensial) di lokasi ini menurut Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak cadangan minyak bumi terbukti (proven) Indonesia tahun 2013 sebesar 4,4 milyar barrel separuhnya berada di Provinsi Riau (BP Migas, 2014). Ketersediaan sumber daya alam minyak dan gas mendorong meningkatkan aktivitas kegiatan pertambangan sektor migas di Riau. Kegiatan ekplorasi,eksploitasi, dan pasca tambang membawa dampak kepada daerah dan masyarakatnya. Dampak kegiatan Migas membawa ekternalitas yakni: manfaat positif dan negatif. Dampak eksternal Positif memberikan manfaat kemasyarakat daerah terutama penerimaan keuangan dari Dana Bagi Hasil Migas. Lebih dari 50% penerimaan daerah berasal dari DBH layanan finansial terkemuka di Asia, dengan lebih dari 280 cabang di 17 pasar. (BPS Provinsi Riau, 2016). Demikian juga dengan kegiatan perekonomian. Sektor migas memberikan kontribusi sangat signifikan terhadap perekonomian Riau. Berdasarkan Data BPS 2015, sector minyak sampai tahun 2016 masih mendominasi perekonomian Riau dengan rata-rata kontribusi sector minyak yang masuk dalam sector pertambangan diatas 50% seperti tabel dibawah ini:
Sumber: Olahan (Dalam rangka 2016) Rata-rata: 139.760,99 ( Enam tahun)

*Dampak
Dampak ektemal positif tentunya memberikan kemajuan dan kesejahteraan pembangiman. Sedangkan dampak ektemal negatif akan menjadi masalah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Dampak ini memunculkan konflik. Oleh sebab itu pemerintah daerah perlu mengelola konflik (benturan) yang muncul) dengan mengenal masalah apa yang dimunculkannya. Permasalahan pertambangan berkaitan dengan Kelestatrian lingkungan, Sosial Ekonomi, Tenaga Kerja, Kesempatan Berusaha, Penerimaan Daerah dan Pengembangan Wilayah.

a. Lingkungan
Pengembangan pertambangan dan energi memerlukan wailayah. Oleh sebab itu dikenal dengan nama wilayah pertambangan. Wilayah merupakan lokasi geografis tempat beradanya kegiatan manusia. Sebelum adanya kegiatan tambang diberbagai lokasi, wilayah tersebut sudah digunakan oleh ekosistem lain. Ekosistem ditempat tersebut berada dalam kondisi keseimbangan. Kondisi keseimbangan ala mini memberikan keasrian dan kelestarian alam. Akibat adanya kegiatan ektaksi tambang dari alam berupa kegiatan pengambilan sebagian komponen alam maka keseimbangan ini terganggu. Jika gangguan ini tidak bisa diterima oleh daya dukung alam maka tentunya yang terjadi kerusakan alam.

b. Sosial ekonomi (penggusuran dan akibat kerusakan alam):
Dampak adanya kegiatan tambang yang sangat dirasa oleh penduduk setempat adalah pindah dari lokasi tambang. Kegiatan penambangan sangat tidak dimimgkinkan berdampingan atau didalam lingkungan tempat tingal masyarakat. Konflik penyelesaian sengketa lahan menjadi kerja rutin bagi pemerintah daerah. Proses pindahnya menjadi masalah bagi masyarakat tersebut. Teratama dengan adanya situs atau peninggalan nenek moyang yang memiliki nilai sosial tinggi dipandang oleh masyarakat tersebut. Perusahaan menambang bertujuan untuk mendapatkan sxmiber daya pertambangan seperti emas, perak, dan tembaga; dan untuk batu mulia seperti permata dan rubi serta imtuk mineral seperti uranium, asbes, batubara, pasir dan garam. Berbagai kegiatan tambang dapat memunculkan bencana. Suatu wilayah pertambangan dengan sumber daya alam yang berbeda memiliki karakteristik berbeda pula. Kondisi-kondisi pertambangan sangat berbeda tergantung dari lokasi, jenis dan ukuran dari operasi pertambangan tersebut. Dengan memahami ancaman pertambangan terhadap kesehatan dan kesejahteraaa dalam jangka panjang, dan dengan melakukan tindakan pencegahan imtuk mengurangi ancaman bahaya di semua lokasi penambangan. Dualisme kehidupan antara masyarakat tambang besar dengan masyarakat luar/sekitar tambang: masyarakat diluar tambang memiliki kehidupan tradisional dilain pihak masyarakat tambang memiliki kehidupan modem akibat pendapatan yang lebih balk dari masyarakat non tambang. Pola kehidupan tambang juga memiliki nilai yang berbeda dengan masyarakat sekeliling. Dimia tambang adalah dimia yang membosankan akibatnya, orang tambang akan mencari kompensasi hiburan berupa pelacuran, pejudian, dan gaya hidup berbeda dengan masyarakat tempatan. Akhimya muncul konflik sosial dari pequdian, pelacuran, dan gaya hidup yang bertentangan dengan masyarakat lokal.

c. Tenaga kerja
Tuntutan masyakat sekeliling wilayah tambang adalah ditempatkannya tenaga lokal di perusahaan tambang. Sementara perusahaan mempunyai pemikiran yang berbeda, dimana kebutuhan mereka dengan tenaga skill tertentu tidak tersedia di daerah. Dan kecenderungan perusahaan menggunakan tenaga non lokal lebih tinggi dimana bagian personalia sebagai bagian rekruitmen (umumya tenaga skill Human Resources ) mempunyai referensi memilih tenaga kega berasal dari tempat asal mereka(lahir) yang sama. Kondisi ini menjadi juiang pemisah antara keinginan pemerintah daerah (Lokal) dengan Perusahaan. Kejadian ini terlihat di PT Bara Harun kejadian 2014 ( www.riauterkini,com) ,demikian juga Kontraktor Migas 2013 diDuri. Dilain itu, ketidak seimbangan karir selalu terjadi antar pegawai / kariawan memicukecemburuan anatara sesama internal tenaga kerja. Implikasinya muncul provokasi dari dalam kepada masyarakat lokal, sehingga timbul konflik yang dirancang oleh orang dalam.

Kesimpulan
Pemerintah Daerah  berperan disektor migas lebih intensif dan aktif.
Untuk dapat berperan maka:
a. Perlu adanya 2 (dua) badan khusus yang bertugas mengkaji, mengawasi, dan melaporkan kegiatan sektor migas hulu dan juga Hilir seperti di nasional disebut BP migas Hulu dan BP migas Hilir
b. Kedua badan khusus bertugas melakukan studi , monitoring, dan evaluasi terhadap kegiatan sektor migas hulu dan hilir. Hasil kegiatan badan ini bempa
informasi yang menjadi landasan keputusan daerah dibidang migas.
c. Bidang alih teknologi dan penguasaan pengetahuan migas sepatutnya diatur akan terjadi proses yang diinginkan. Pengaturan ini diarahkan agar pendidikan dan pelatihati keahlian migas berkembang melalui dana 0.5% DBH (Dana Bagi Hasil) dan Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau  Corporate Social Responbility (CSR) peusahaan migas.
d. Dampak ektemal negatif dari lingkungan diatur dengan jelas mulai dari pra, proses, sampai pasca tambang: bentuk pengaturan ini tertuang dalam syarat proses izin ekplorasi, ekploitasi, dan pasca tambang.
e. Monitoring dan evaluasi seharusnya dilakukan dua pendekatan yaitu kewajiban pelaporan perusahaan dan peran aktif Dinas terhadap kegiatan sektor migas
f. Peraturan daerah tentang penggunaan tenaga kega lokal harus diikuti oleh monitoring dan evaluasi melalui peran Badan khusus migas daerah; badan ini memberi masukan kepada pemerintah daerah tentang isu penggunaan jumlah tenaga kerja, keahlian, dan karir.

DAFTARPUSTAKA

-Sachs Jeffrey D dan M Warner Andrew (1997)" Natural Resource Abundance and Economic Growth"  www.google.com  10 mey 2013
-Samuel G Asfaha (2007) " National Revenue Fvmds: Their efficacy for fiscal
Stability and Intergenerational Equity" www.google,com  15 mei 2014.
-William N. Dun,"Pengantar Analisis Kebijakan Publik",Gajah Mada University Press, Jogyakarta,1998.
-----BP Migas, Jakarta
-----Indonesia Oil and Gas Sector Study, Bank Dunia,2013
-----Riau Dalam Angka 2014, Biro Pusat Statistik Riau
-----Badan Perencanaan dan Pembangiman Riau