DAMPAK
BURUK PENAMBANGAN MINYAK DAN GAS (MIGAS) YANG TIDAK TERKENDALI
TERHADAP LINGKUNGAN dan PENDUDUK DI RIAU, DUMAI
PENDAHULUAN
Sumber daya minyak (Crude Oil)
terbanyak di Indonesia berada di Propinsi Riau tepatnya di daerah Dumai.
Cadangan minyak bumi (proven dan potensial) di lokasi ini menurut Badan Pelaksana
Kegiatan Hulu Minyak cadangan minyak bumi terbukti (proven) Indonesia tahun
2013 sebesar 4,4 milyar barrel separuhnya berada di Provinsi Riau (BP Migas,
2014). Ketersediaan sumber daya alam minyak dan gas mendorong meningkatkan
aktivitas kegiatan pertambangan sektor migas di Riau. Kegiatan
ekplorasi,eksploitasi, dan pasca tambang membawa dampak kepada daerah dan
masyarakatnya. Dampak kegiatan Migas membawa ekternalitas yakni:
manfaat positif dan negatif. Dampak eksternal Positif memberikan manfaat
kemasyarakat daerah terutama penerimaan keuangan dari Dana Bagi Hasil Migas.
Lebih dari 50% penerimaan daerah berasal dari DBH layanan finansial
terkemuka di Asia, dengan lebih dari 280 cabang di 17 pasar. (BPS Provinsi Riau, 2016). Demikian
juga dengan kegiatan perekonomian. Sektor migas memberikan kontribusi sangat signifikan
terhadap perekonomian Riau. Berdasarkan Data BPS 2015, sector minyak sampai
tahun 2016 masih mendominasi perekonomian Riau dengan rata-rata kontribusi
sector minyak yang masuk dalam sector pertambangan diatas 50% seperti tabel
dibawah ini:
*Dampak
Dampak ektemal positif tentunya
memberikan kemajuan dan kesejahteraan pembangiman. Sedangkan dampak ektemal
negatif akan menjadi masalah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Dampak
ini memunculkan konflik. Oleh sebab itu pemerintah daerah perlu mengelola
konflik (benturan) yang muncul) dengan mengenal masalah apa yang
dimunculkannya. Permasalahan pertambangan berkaitan dengan Kelestatrian
lingkungan, Sosial Ekonomi, Tenaga Kerja, Kesempatan Berusaha, Penerimaan
Daerah dan Pengembangan Wilayah.
a. Lingkungan
Pengembangan pertambangan dan energi
memerlukan wailayah. Oleh sebab itu dikenal dengan nama wilayah pertambangan.
Wilayah merupakan lokasi geografis tempat beradanya kegiatan manusia. Sebelum
adanya kegiatan tambang diberbagai lokasi, wilayah tersebut sudah digunakan
oleh ekosistem lain. Ekosistem ditempat tersebut berada dalam kondisi
keseimbangan. Kondisi keseimbangan ala mini memberikan keasrian dan kelestarian
alam. Akibat adanya kegiatan ektaksi tambang dari alam berupa kegiatan
pengambilan sebagian komponen alam maka keseimbangan ini terganggu. Jika
gangguan ini tidak bisa diterima oleh daya dukung alam maka tentunya yang terjadi
kerusakan alam.
b. Sosial ekonomi (penggusuran dan akibat
kerusakan alam):
Dampak adanya kegiatan tambang yang
sangat dirasa oleh penduduk setempat adalah pindah dari lokasi tambang. Kegiatan
penambangan sangat tidak dimimgkinkan berdampingan atau didalam lingkungan
tempat tingal masyarakat. Konflik penyelesaian sengketa lahan menjadi kerja
rutin bagi pemerintah daerah. Proses pindahnya menjadi masalah bagi masyarakat
tersebut. Teratama dengan adanya situs atau peninggalan nenek moyang yang
memiliki nilai sosial tinggi dipandang oleh masyarakat tersebut. Perusahaan
menambang bertujuan untuk mendapatkan sxmiber daya pertambangan seperti emas,
perak, dan tembaga; dan untuk batu mulia seperti permata dan rubi serta imtuk
mineral seperti uranium, asbes, batubara, pasir dan garam. Berbagai kegiatan
tambang dapat memunculkan bencana. Suatu wilayah pertambangan dengan sumber
daya alam yang berbeda memiliki karakteristik berbeda pula. Kondisi-kondisi pertambangan
sangat berbeda tergantung dari lokasi, jenis dan ukuran dari operasi
pertambangan tersebut. Dengan memahami ancaman pertambangan terhadap kesehatan
dan kesejahteraaa dalam jangka panjang, dan dengan melakukan tindakan pencegahan
imtuk mengurangi ancaman bahaya di semua lokasi penambangan. Dualisme kehidupan
antara masyarakat tambang besar dengan masyarakat luar/sekitar tambang:
masyarakat diluar tambang memiliki kehidupan tradisional dilain pihak masyarakat
tambang memiliki kehidupan modem akibat pendapatan yang lebih balk dari
masyarakat non tambang. Pola
kehidupan tambang juga memiliki nilai yang berbeda dengan masyarakat
sekeliling. Dimia tambang adalah dimia yang membosankan akibatnya, orang
tambang akan mencari kompensasi hiburan berupa pelacuran, pejudian, dan gaya
hidup berbeda dengan masyarakat tempatan. Akhimya muncul konflik sosial dari
pequdian, pelacuran, dan gaya hidup yang bertentangan dengan masyarakat lokal.
c. Tenaga kerja
Tuntutan masyakat sekeliling wilayah
tambang adalah ditempatkannya tenaga lokal di perusahaan tambang. Sementara
perusahaan mempunyai pemikiran yang berbeda, dimana kebutuhan mereka dengan
tenaga skill tertentu tidak tersedia di daerah. Dan kecenderungan perusahaan
menggunakan tenaga non lokal lebih tinggi dimana bagian personalia sebagai
bagian rekruitmen (umumya tenaga skill Human Resources ) mempunyai referensi
memilih tenaga kega berasal dari tempat asal mereka(lahir) yang sama. Kondisi
ini menjadi juiang pemisah antara keinginan pemerintah daerah (Lokal) dengan
Perusahaan. Kejadian ini terlihat di PT Bara Harun kejadian 2014 ( www.riauterkini,com) ,demikian juga Kontraktor
Migas 2013 diDuri. Dilain itu, ketidak seimbangan karir selalu terjadi antar
pegawai / kariawan memicukecemburuan anatara sesama internal tenaga kerja.
Implikasinya muncul provokasi dari dalam kepada masyarakat lokal, sehingga timbul
konflik yang dirancang oleh orang dalam.
Kesimpulan
Pemerintah Daerah berperan disektor migas lebih intensif dan
aktif.
Untuk dapat berperan maka:
a. Perlu adanya 2 (dua) badan khusus
yang bertugas mengkaji, mengawasi, dan melaporkan kegiatan sektor migas hulu
dan juga Hilir seperti di nasional disebut BP migas Hulu dan BP migas Hilir
b. Kedua badan khusus bertugas
melakukan studi , monitoring, dan evaluasi terhadap kegiatan sektor migas hulu
dan hilir. Hasil kegiatan badan ini bempa
informasi yang menjadi landasan
keputusan daerah dibidang migas.
c. Bidang alih teknologi dan penguasaan
pengetahuan migas sepatutnya diatur akan terjadi proses yang diinginkan.
Pengaturan ini diarahkan agar pendidikan dan pelatihati keahlian migas
berkembang melalui dana 0.5% DBH (Dana Bagi Hasil) dan Tanggung jawab
Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responbility (CSR) peusahaan migas.
d. Dampak ektemal negatif dari
lingkungan diatur dengan jelas mulai dari pra, proses, sampai pasca tambang:
bentuk pengaturan ini tertuang dalam syarat proses izin ekplorasi, ekploitasi,
dan pasca tambang.
e. Monitoring dan evaluasi seharusnya
dilakukan dua pendekatan yaitu kewajiban pelaporan perusahaan dan peran aktif
Dinas terhadap kegiatan sektor migas
f. Peraturan daerah tentang penggunaan
tenaga kega lokal harus diikuti oleh monitoring dan evaluasi melalui peran
Badan khusus migas daerah; badan ini memberi masukan kepada pemerintah daerah
tentang isu penggunaan jumlah tenaga kerja, keahlian, dan karir.
DAFTARPUSTAKA
-Sachs Jeffrey D dan M Warner Andrew (1997)" Natural
Resource Abundance and Economic Growth" www.google.com 10 mey 2013
-Samuel G Asfaha (2007) " National Revenue Fvmds: Their
efficacy for fiscal
Stability and Intergenerational Equity" www.google,com
15 mei 2014.
-William N. Dun,"Pengantar Analisis Kebijakan
Publik",Gajah Mada University Press, Jogyakarta,1998.
-----BP Migas, Jakarta
-----Indonesia Oil and Gas Sector Study, Bank Dunia,2013
-----Riau Dalam Angka 2014, Biro Pusat Statistik Riau
-----Badan Perencanaan dan Pembangiman Riau